Silsilah Fiqih Doa dan Dzikir No: 52
Pada pertemuan lalu, kita sudah memulai pembahasan tentang beberapa kondisi yang mendapat penekanan khusus dari agama, agar seorang hamba mengucapkan kalimat tahmid pada saat itu. Berikut kelanjutannya:
4. Di awal khutbah, pelajaran, serta di awal buku dan yang semisal.
Dalilnya: hadits yang disebutkan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu:
“عَلَّمَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُطْبَةَ الْحَاجَةِ: “الْحَمْدُ لِلَّهِ نَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ”.
“Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam mengajari kami khutbah al-hajah (pembuka urusan) dengan mengucapkan: “Alhamdulillâh, nasta’înuhu wa nastaghfiruh, wa na’ûdzu bihi min syurûri anfusinâ, man yahdillâhu fa lâ mudhilla lah, wa man yudhlil fa lâ hâdiya lah, wa asyhadu al lâ ilâha illallâh, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rosûluh (Segala puji bagi Allah. Kami mohon pertolongan, ampunan dan perlindungan pada-Nya dari kejahatan diri kami. Barang siapa dikaruniai hidayah dari Allah, niscaya tidak ada yang bisa menyesatkannya. Dan barang siapa disesatkan-Nya niscaya tidak ada yang bisa memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya)…”. HR. Abu Dawud.[1]
5. Saat mendapat kenikmatan atau terhindar marabahaya, baik itu berkenaan dengan diri sendiri maupun orang lain.
Di antara dalilnya: hadits Abu Hurairah radhiyallahu’anhu:
“Saat malam kejadian isra’ di Elia (Palestina) Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam dihadapkan dengan dua buah mangkok; pertama berisi khamr dan yang kedua berisi susu. Beliau pun melihat keduanya, lalu mengambil mangkok yang berisi susu.
Malaikat Jibril pun berucap, “Alhamdulillah (Segala puji bagi Allah) Yang telah memberimu petunjuk kepada fitrah. Andaikan engkau mengambil khamr; niscaya umatmu akan sesat”. HR. Bukhari dan Muslim
6. Ketika memakai pakaian baru.
Dalilnya: hadits Abu Sa’id al-Khudry:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اسْتَجَدَّ ثَوْبًا سَمَّاهُ بِاسْمِهِ إِمَّا قَمِيصًا أَوْ عِمَامَةً، ثُمَّ يَقُولُ: “اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ كَسَوْتَنِيهِ، أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهِ وَخَيْرِ مَا صُنِعَ لَهُ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهِ وَشَرِّ مَا صُنِعَ لَهُ”.
“Jika Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam memakai pakaian baru, beliau menyebutkannya, entah itu baju atau sorban, lalu membaca, “Allôhumma lakal hamdu Anta kasautanîhi, as’aluka min khoirihi wa khoiri mâ shuni’a lah, wa a’ûdzubika min syarrihi wa syarri mâ shuni’a lah (Ya Allah, kepunyaan-Mu lah segala pujian. Engkau yang telah memberiku pakaian ini. Aku memohon pada-Mu kebaikan pakaian ini dan tujuan pembuatannya, serta aku memohon perlindungan pada-Mu dari keburukannya dan keburukan tujuan pembuatannya)”. HR. Abu Dawud dan dinilai sahih oleh Imam an-Nawawy[2].
Bersambung…
@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 6 Jumada Tsaniyah 1435 / 7 April 2014